TARI UMBUL

Kesenian tradisional di kabupaen Sumedang umumnya merupakan warisan secara turun-temurun, Sumedang merupakan salah satu dari banyaknya kabupaten di Jawa Barat yang memiliki beragam kesenian tradisional diantaranya Kuda Renggong, Gembyung, Celempungan, Beluk, Bangreng, Calung sumedang, Tari Umbul dan sebagainya. Tari umbul merupakan kesenian tradisional Sumedang yang terbilang masih lestari sampai sekarang. Tari umbul mulai masuk pertama kali ke Sumedang sekitar tahun 1940-an di Dusun Parugpug , Desa Cijambe, Kecamatan Paseh. Menurut budayawan Sumedang yang bernama Tatang Soebana, tari umbul pertama kali dibawa oleh seniman bernama Kalsip yang berasal dari kota Indramayu kemudian dikembangkan oleh penari di kecamatan Paseh yang bernama bu Misren atau yang sering disebut Ma Jaer. Tatang berpendapat bahwa tari umbul lahir sebagai bentuk ketidaksenangan masyarakat terhadap penjajahan belanda sehingga ekspresi tersebut disalurkan dalam bentuk tarian. Awalnya tari umbul disajikan pada pertunjukan longser, sehingga ada unsur lagu, gerak tari, dan lawak didalamnya. Ciri Khas dari Tari umbul adalah pakaian pada penarinya dan gerakan pinggulnya yang sedikit mengandung unsur erotis, sehingga beberapa orang sempat menentangnya, namun setelah mengurangi unsur erotisnya tari umbul kembali muncul dan berkembang. Selain itu, alat musik pengiringnya pun terbilang khusus yaitu berupa kendang, terompet, ketuk, goong dan kecrek, ditambah dengan alunan vokal seorang juru sinden. Tari umbul sendiri merupakan kesenian tradisional milik kabupaten sumedang yang tenar pada masanya, bahkan Apih Tatang mengatakan bahwa pagelaran tari umbul Sumedang juga pernah mencatatkan Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai peserta terbanyak dalam kontes Seni Tari Umbul di Alun-alun Sumedang pada 20 Mei 2012. Kala itu, kontes tari umbul melibatkan 2.342 orang. Rekor ini kemudian disusul dengan 5.000 penari sehingga tercatat pada Original Rekor Indonesia (ORI), tanggal 31 Agustus 2016. Namun seiring berjalannya waktu tari umbul pun mulai padam dan bahkan dianggap asing oleh masyarakat khususnya pemuda-pemudi serta anak-anak di kabupaten sumedang. Demi mengulang kesuksesan yang sama, dipenghujung tahun 2019, digelarlah Tari Umbul Kolosal dengan tema dari masyarakat Sumedang untuk Dunia, yang berlokasi di Sekitar Waduk Jatigede. Tari umbul ini diikuti kurang lebih 5.555 penari dan rencananya pada malam hari akan dilakukan pesta kembang api. Para penari tersebut terlihat kompak dengan pakaian dan aksesoris yang dipakainya yaitu kacamata hitam, Kebaya, Kain Samping dan Selendang. Namun pelaksanaannya tidak berjalan dengan lancar, sedikitnya 6 orang mengalami kesurupan dan 78 orang lainnya jatuh pingsan saat mengikuti Tari Umbul Kolosal di Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penyebab dari kesurupan itu masih menjadi misteri karena tarian ini dilakukan pada siang hari dan menurut warga sekitar terjadinya kesurupan karena para makhluk penunggu waduk tersebut marah. Dan penyebab dari penari yang pingsan mungkin karena cuaca yang sangat panas dan banyaknya orang sehingga membuat dehidrasi. Jika dilihat sekilas tarian ini mungkin terlihat biasa saja dan tidak ada makna didalamnya namun pada beberapa gerakan tari umbul terdapat gerakan pencak silat yang bermakna bahwa perempuan harus bisa menjaga diri dengan ilmu bela diri serta ada pula gerakan yang melambangkan sedang memetik tanaman yang bermakna sebagai tanda syukur atas hasil panen yang dicapai. Seiring berjalannya waktu terdapat perubahan yang terlihat dari kesenian umbul sekarang seperti pada awalnya kesenian ini ditarikan oleh remaja sampai Ibu-ibu namun, sekarang murid-murid sekolah dasar pun turut hadir dalam pementasan tari umbul ini. Dan dengan diikutsertakannya anak-anak dalam pementasan tari umbul ini saya yakin akan membawa harapan baru untuk kedepannya bahwa kesenian tari umbul dapat terus berkembang.